Perkongsian ilmu dan informasi yang berkaitan dengan Islam dan akhir zaman berdasarkan akidah ahlus sunnah wal jamaah.

June 2016
40 Hadis Akhir Zaman Abdul Rahman Chao Abu Bakar As-Siddiq r.a Ahmad Deedat Akhbar Akhir Zaman Akidah Ahli As-Sunnah Wal-Jamaah Mengikut Manhaj Salaf As-Soleh Akidah Ahli Sunnah Wal Jamaah Al Malhamah Al Kubra Al-Faedah Al-Farabi Al-Khazini Al-Qassam Al-Quran Alam Barzakh Alkitab Amalan Terbalik Apa Itu Iman Arnold Fandor Asmaa’ullaahul Husnaa Audio Babi Bacaan Al-Quran bangsa Rum Biarawati Bible Bid'ah Bidadari Bolasepak Bujang Cara Hidup Islam Carissa D. Lamkahouan Chika Nakamura Dajjal Laknatullah Dakwah Dakwah Maya Dalil-Dalil Tentang Tauhid Damaskus Dato Syeikh Muhammad Fuad Al Maliki Daulah Islam Doa Download Dr. Ibrahim bin Muhammad Al-Buraikan Dukun Dunia Islam Dunia Oh Dunia Eric Gabriel Mason Facebook Note Fakta Ilmiah False Flag Fathul Bari Featured Felix Y. Siauw Felixia Yeap Filem 2012 Freemason Global Warming Habib Ali Zaenal Abidin Al-Hamid Hablum Minallah Hadis Hadis Akhir Zaman Hadis Qudsi Hafiz Hajar Aswad Haji Haram Hidayah Hijab Hudud Hukum & Fatwa Ibn Qayyim Ibn Tufail Ibnu Hajar Al-Asqalani Ibu Bapa Illuminati Imam Al-Bukhari Imam Al-Ghazali Imam Bukhari Imam Habib Abdullah Haddad Imam Mahdi Imam Muslim Imam Nawawi Iman Bertambah Dan Berkurang Infaq Injil IS ISIS Islam Islam di Malaysia Islam Itu Indah Isra' Mikraj Istilah Dalam Islam Jabhatul Islamiyyah JAKIM Jana Petersen Jihad Jimak Jom Hafal Jurusalem Kaabah Kafir Kebenaran Islam Kebesaran Allah Keindahan Islam Kesempurnaan Iman Adalah Kesempurnaan Agama Keutamaan Kasih Sayang Khilafah Kiamat Kisah & Teladan Kisah Cinta Kisah Mualaf Kisah Para Nabi Kisah Para Sahabat Kiswah Kitab Allah Kitab Hadis Kitab Jual Beli Kitab Pemerintahan Korea Kristian Kuasa Allah Kubur Lelaki Live HD Loo Jo Yee Luqman Al-Hakim Madinah Maksud Ilah Dalam Al-Quran Mantan Pendeta Masjid Jamek Umawi Masjid Sana'a Masjidil Aqsa Mazdakisme Mekah Mentalqin Maut (Orang Nazak) Meteor MLM Motivasi Movie Muhammad Nashiruddin Al-Albani Mujahid Mujahidin Mukasyafatul Qulub Mukjizat Mukmin Sejati Munakahat Musa Caplan Muslimah Nabi Isa AS Nabi Muhammad SAW Nabi Saleh AS Nasihat Natasha Farani Neraka Niqab Nuzul al-Quran Onani Panduan Panduan Mengenal Kalimah Tauhid Panji Hitam Paulus Pemerintah Pemimpin Pendakwah Sabah Pendidikan Pengetahuan Penghinaan Kepada Islam Penyembuhan Islam Perancangan Jahat Yahudi Perang Armageddon Peribadi Rasulullah SAW Perkahwinan Perniagaan Pondok Sungai Durian Pope Projek Menghafal 10 Ayat Awal Surah Al-Kahfi Puasa Pulau Pinang Purdah Ramadhan Rasulullah SAW Renungan Riba Rukun Iman Rukun Islam Ruqyah Saddam Hussein Sahabat Nabi Sahabat Yamima Saham Akhirat Sahih Sahih Bukhari Sakit Perut Salaf Salaf As-Soleh Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW Sejarah Imam Sejarah Islam Selawat Selebriti Semasa Serban Sheikh Imran Hosein Soal Jawab Agama Solat Suami Suara Mualaf Subahanallah Sufi Sultan Perak Sungai Furat Sunnah Rasulullah Surah Al-Khafi Surah Palsu Surat Al-Kahf Suriah Syaitan Syam Syarah Hadis Syarat Kedua: YAKIN Syarat Keempat: IKHLAS Syarat Keenam: BERSERAH Syarat Kelima: MENERIMA Syarat Ketiga: PERCAYA Syarat Ketujuh: CINTA Syarat Pertama: ILMU Syarat-Syarat Kalimah Laa Ilaaha Illallah Syiah Syria Tahlil dan Doa Selamat Tanya Jawab Tarawih Taubat Tauhid Tazkirah Teknologi Tentera Amerika Terjemahan Hadits Shahih Muslim Terrorist The Cave Tilawah Al-Quran Tokek Tokoh Islam Tuan Guru Haji Musa Tujuan Para Nabi Dan Para Rasul Diutus Tutorial Ulama Umum Unta Update Terkini Gaza Ustaz Abdul Basit Abdul Rahman Ustaz Abdul Halim Abas Ustaz Azhar Idrus Valentine’s Day Video Wahabi Wali Allah Wanita Waraqah bintu Naufal Windows 8 Yahudi Yakjuj dan Makjuj Yesus Zikir Zulkifli M Ali

Tidak diragukan lagi bahwa penyembuhan dengan al-Qur'an dan dengan apa yang ditegaskan dari Nabi صلي الله عليه وسلم berupa ruqyah,[1] merupakan penyembuhan yang bermanfaat sekaligus penawar yang sempurna.

Allah عزّوجلّ berfirman:

قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَآءٌ

"Katakanlah, 'al-Qur'an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman."' (QS. Fushshilat: 44).

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاء وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ

"Dan Kami turunkan dari al-Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman." (QS. Al-Israa': 82).

Pengertian "dari al-Qur'an", pada ayat di atas, maksudnya adalah al-Qur'an itu sendiri. Karena al-Qur'an secara keseluruhan adalah penyembuh, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat di atas.[2]

Allah عزّوجلّ berfirman:


يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَاء لِّمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ
“Hai sekalian manusia, sesungguhnya telah datang kepada kalian pelajaran dari Rabb kalian, dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. " (QS. Yunus: 57).

Dengan demikian, al-Qur'an merupakan penyembuh yang sempurna di antara seluruh obat hati dan juga obat fisik, sekaligus sebagai obat bagi seluruh penyakit dunia dan akhirat. Tidak setiap orang mampu dan mempunyai kemampuan untuk melakukan penyembuhan dengan al-Qur'an. Jika pengobatan dan penyembuhan itu dilakukan secara baik terhadap penyakit, dengan didasari kepercayaan dan keimanan, penerimaan yang penuh, keyakinan yang pasti, pemenuhan syarat-syaratnya, maka tidak ada satu penyakit pun yang mampu melawannya untuk selamanya. Bagaimana mungkin penyakit-penyakit itu akan menentang dan melawan firman-firman Rabb bumi dan langit yang jika (firman-firman itu) turun ke gunung, maka ia akan memporakporandakan gunung-gunung tersebut, atau jika turun ke bumi, niscaya ia akan membelahnya. Oleh karena itu, tidak ada satu penyakit hati dan juga penyakit fisik pun melainkan di dalam al-Qur'an terdapat jalan penyembuhannya, penyebabnya, serta pencegahan terhadapnya, bagi orang yang dikaruniai pemahaman oleh Allah terhadap kitab-Nya. Dan Allah عزّوجلّ (Yang Mahaperkasa lagi Mahaagung) telah menyebutkan di dalam al-Qur'an beberapa penyakit hati dan fisik, disertai juga penyebutan penyembuhan hati dan juga fisik.

Adapun penyakit-penyakit hati terdiri dari dua macam, yaitu: penyakit syubhat (kesamaran) atau ragu, dan penyakit syahwat atau hawa nafsu. Allah yang Mahasuci telah menyebutkan beberapa penyakit hati secara terperinci yang disertai dengan beberapa sebab, sekaligus cara penyembuhan penyakit-penyakit tersebut.[3]

أَوَلَمْ يَكْفِهِمْ أَنَّا أَنزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ يُتْلَى عَلَيْهِمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَرَحْمَةً وَذِكْرَى لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

"Dan apakah tidak cukup bagi mereka, bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur'an) sedang dia dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya di dalam al-Qur'an itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman. " (QS. Al-Ankabuut: 51).

Al-'Allamah Ibnul Qayyim رحمه الله mengemukakan:

فَـمَنْ لَـمْ يَشْفِهِ الْـقُرْآنُ فَـلاَ شَفَاهُ اللهُ، وَمَـنْ لَـمْ يَكْفِهِ فَـلاَ كَـفَاهُ اللهُ

"Barangsiapa yang tidak dapat disembuhkan oleh al-Qur'an, berarti Allah tidak memberikan kesembuhan kepadanya. Dan barangsiapa yang tidak dicukupkan oleh al-Qur'an, maka Allah tidak memberikan kecukupan kepadanya."[4]

Sedangkan mengenai penyakit-penyakit badan atau fisik, al-Qur'an telah membimbing dan menunjukkan kita kepada pokok-pokok pengobatan dan penyembuhannya, dan juga kaidah-kaidah yang dimilikinya. Yakni, bahwa kaidah pengobatan penyakit badan secara keseluruhan ada di dalam al-Qur'an, yaitu ada tiga poin:

1. Menjaga kesehatan.

2. Melindungi diri dari hal-hal yang dapat menimbulkan penyakit.

3. Mengeluarkan unsur-unsur yang merusak badan.

Dan berdasarkan pada hal inilah seluruh pembagian dari jenis-jenis di atas.[5]

Jika seorang hamba melakukan penyembuhan dengan al-Qur'an secara baik dan benar, niscaya dia akan melihat pengaruh yang sangat menakjubkan dalam penyembuhan yang cepat.

Imam Ibnul Qayyim رحمه الله تعالي berkata: "Pada suatu ketika aku pernah jatuh sakit, tetapi aku tidak menemukan seorang dokter atau obat penyembuh. Lalu aku berusaha mengobati dan menyembuhkan diriku dengan surat al-Fatihah, maka aku melihat pengaruh yang sangat menakjubkan. Aku ambil segelas air zam-zam dan membacakan padanya surat al-Fatihah berkali-kali, lalu aku meminumnya hingga aku mendapatkan kesembuhan total. Selanjutnya aku bersandar dengan cara tersebut dalam mengobati berbagai penyakit dan aku merasakan manfaat yang sangat besar. Kemudian aku beritahukan kepada banyak orang yang mengeluhkan suatu penyakit dan banyak dari mereka yang sembuh dengan cepat."[6]

Demikian juga pengobatan dengan ruqa (jama dari ruqyah) Nabawi yang shahih riwayatnya, merupakan obat yang sangat bermanfaat. Dan juga suatu do'a yang dipanjatkan, apabila do'a tersebut terhindar dari penghalang-penghalang terkabulnya do'a itu, maka ia merupakan sebab yang sangat bermanfaat dalam menolak hal-hal yang tidak disenangi dan tercapainya hal-hal yang diinginkan. Yang demikian itu termasuk salah satu obat yang sangat bermanfaat, khususnya yang dilakukan secara berkali-kali. Dan do'a pun berfungsi sebagai penangkal bala' (musibah), mencegah dan menyembuhkannya, menghalangi turunnya, atau meringankannya jika ternyata sudah sempat turun.[7]

الدُّعَاءُ يَنْفَعُ مِـمَّا نَزَلَ وَمِـمَّا لَـمْ يَنْزِلْ، فَعَلَيْكُمْ عِبَادَ اللهِ بِالدُّعَاءِ

"Do'a itu bermanfaat terhadap apa yang sudah menimpa atau yang belum menimpa. Oleh karena itu, wahai sekalian hamba Allah, hendaklah kalian berdo'a." [8]

لَا يَرُدُّ الْقَضَاءَ إِلَّا الدُّعَاءُ، وَلَا يَزِيدُ فِي الْعُمْرِ إِلَّا الْبِرُّ

"Tidak ada yang dapat mencegah qadha (takdir) kecuali do'a dan tidak ada yang dapat memberi tambahan pada umur kecuali kebajikan." [9]

Tetapi di sini terdapat suatu hal yang harus dimengerti dengan cermat, yaitu bahwa ayat-ayat, dzikir-dzikir, do'a-do'a dan beberapa ta'awwudz (permohonan perlindungan kepada Allah) yang dipergunakan untuk mengobati atau untuk ruqyah pada hakikatnya pada semua ayat, dzikir-dzikir, do'a-do'a dan ta'awudz itu sendiri memberi manfaat yang besar dan juga dapat menyembuhkan. Namun ia memerlukan penerimaan (dari orang yang sakit) dan kekuatan orang yang mengobati dan pengaruhnya. Jika suatu penyembuhan itu gagal, maka yang demikian itu disebabkan oleh lemahnya pengaruh pelaku, atau karena tidak adanya penerimaan oleh pihak yang diobati, atau adanya rintangan yang kuat di dalamnya yang menghalangi reaksi obat.

Pengobatan dengan ruqyah ini dapat dicapai dengan adanya dua aspek, yaitu dari pihak pasien (orang yang sakit) dan dari pihak orang yang mengobati.

Yang berasal dari pihak pasien adalah berupa kekuatan dirinya dan kesungguhan bergantung kepada Allah, serta keyakinannya yang pasti bahwa, al-Qur'an itu memang penyembuh sekaligus rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan ta'awwudz yang benar yang sesuai antara hati dan lisan, maka yang demikian itu merupakan suatu bentuk perlawanan. Dan seseorang yang melakukan perlawanan itu tidak akan memperoleh kemenangan dari musuh kecuali dengan dua hal, yaitu:

Pertama, senjata yang dipergunakan, keadaannya harus benar, bagus dan kedua tangan yang menggunakannya pun harus kuat. Jika salah satu dari keduanya hilang, maka senjata itu tidak banyak berarti, apalagi jika kedua hal di atas tidak ada, yaitu, hatinya kosong dari tauhid, tawakal, takwa, tawajjuh (menghadap, bergantung sepenuhnya kepada Allah) dan tidak memiliki senjata.

Kedua, dari pihak yang mengobati dengan al-Qur'an dan as-Sunnah, juga harus memenuhi kedua hal di atas.[10] Oleh karena itu, Ibnu at-Tin rahimahullabu Ta 'ala berkata: "Ruqyah dengan menggunakan beberapa kalimat ta'awwudz dan juga yang lainnya dari nama-nama Allah adalah pengobatan rohani. Jika dilakukan oleh lisan orang-orang yang baik, maka dengan izin Allah Ta'ala akan terwujud kesembuhan tersebut."[11]

Para ulama telah sepakat untuk membolehkan ruqyah dengan tiga syarat, yaitu:

1. Ruqyah itu dengan menggunakan firman Allah Ta'ala atau asma dan sifat-Nya atau sabda Rasulullah صلي الله عليه وسلم.

2. Ruqyah itu boleh diucapkan dalam bahasa Arab atau bahasa lain yang difahami maknanya.

3. Harus diyakini bahwa bukanlah dzat ruqyah itu sendiri yang memberikan pengaruh, tetapi yang memberi pengaruh itu adalah kekuasaan Allah عزّوجلّ,[12] sedangkan ruqyah hanya merupakan salah satu sebab saja.[13]

***

1. Ruqyah jama'nya adalah ruqaa yaitu bacaan-bacaan untuk pengobatan yang syar'i (yaitu berdasarkan pada riwayat yang shahih, atau sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati oleh para ulama.Ed)

2. Lihat al-Jawaabul Kaafi liman Saala ‘Anid Dawaaisy Syaafi (Jawaban yang memadai bagi orang yang bertanya tentang obat penyembuh yang mujarab), karya Ibnu Qayyim (hal. 20)

3. Lihat Zaadul Ma'aad, (karya Ibnul Qayyim) (IV/6, IV/352)

4. Lihat Zaadul Ma'aad (IV/352)

5. Op. cit./lihat sumber sebelumnya (IV/352, IV/6)

6. Lihat Zaadul Ma'aad (IV/178) dan al-Jawabul Kaafi (hal. 21)

7. Lihat al-Jawabul Kaafi (hal. 22-25)

8. At-Tirmidzi, al-Hakim, Ahmad dan dihasankan oleh al-Albani. Lihat juga kitab Shahih al-Jami' no. 3409

9. Al-Hakim dan at-Tirmidzi dan dihasankan oleh al-Albani, lihat Silsilatul Ahaditsish Shahihah (I/76, No. 154)

10. Lihat Zaadul Ma'aad (IV/67-68) dan al-Jawabul Kaafi (hal. 21)

11. Fathul Baari (X/196)

12. Lihat Fathu al-Baari (X/195), juga Fatawa al-Allamah Ibnu Baaz (11/384)

13. Dinukil dari 'Al-'llaaj bir Ruqa minal Kitab was Sunnah hal 72-83


Sumber:

1. Do'a dan Wirid Mengobati Guna-guna dan Sihir Menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas Terbitan Pustaka Imam Syafi'i

2. Sembuh dan Sehat Cara Nabi , Mengobati Sihir dan Kerasukan Jin Menurut al-Qur'an dan as-Sunnah oleh Syaikh Sa'id bin 'Ali bin Wahf al-Qahthani Terbitan Maktabah al-Hanif, yakni poin 7, 8, 14 dan 18.

Kedua Sumber hampir identik pembahasannya. Dari ibnumajjah.com



Tentang penamaan “Muhammad” untuk nama Nabi kita SAW, ada beberapa riwayat yang menceritakan mengenai sejarahnya.

Dahulu di masa jahiliyah tak banyak orang yang menyandang nama Muhammad. Bagi masyarakat jahiliyah kala itu, nama ini masih teramat asing di telinga mereka.

Oleh kerananya, saat datuk Nabi SAW, Abdul Muthalib, memilih nama “Muhammad” (orang yang terpuji) untuk cucu tercintanya, mereka merasa heran.

Hal ini kerana keputusan yang dilakukan Abdul Muthalib tersebut  berbeda dengan adat orang-orang Quraisy dahulu. Dimana diantara adat mereka, mereka menjadikan nama-nama leluhur sebagai nama untuk anak keturunan mereka.

Beberapa orang dari suku Quraisy memberi masukan untuk Abdul Mutholib; yang kala itu selaku pembesar suku Quraisy, perihal nama untuk cucu tercintanya,

“Mengapa tidak dinamai dengan nama salah seorang dari kerabatnya saja?”

Abdul Muthalib menjawab,

“Aku ingin agar Allah memujinya di langit, dan ia dipuji makhluk-makhluk-Nya di bumi” (Lihat Dala ilun Nubuwwah 1: 113).

Ucapan ini menjadi kenyataan. Allah telah menjadikan Nabi kita SAW adalah orang yang paling terpuji dan paling mulia di segenap penduduk langit dan bumi. Dalam Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir RMmengomentari perkataan Abdul Muthalib ini. Beliau mengatakan, “Allah SWT telah mengilhamkan kepada mereka untuk menamai Nabi dengan nama Muhammad (orang yang terpuji). Hal ini kerana dalam diri beliau telah tertanam sifat-sifat yang luhur, agar menjadi sepadan antara nama dan tindakan, dan agar sinkron antara nama dan yang diberi nama, baik dalam hal nama maupun tindak-tanduknya” (Bidayah wan Nihayah 1: 669)

Ada pula riwayat lain yang menjelaskan sejarah penamaan Nabi SAW. Dalam Raudhatul Unuf, Imam As-Suhaili menukilkan riwayat tersebut. Kisahnya berawal dari perjalanan kakek beliau; Abdul Mutholib menuju negeri Syam bersama tiga orang rakannya untuk suatu keperluan bisnis.

Di perjalanan, mereka bertemu dengan seorang rahib (pendeta). Sang rahib menanyakan, “Dari mana kalian?”

“Kami berasal dari Makkah.” Jawab mereka.

Mengetahui mereka datang dari Makkah, sang rahib pun mengabarkan perihal berita yang dia dapatkan dalam kitab suci agamanya, “Sesungguhnya dari negeri kalian itu akan muncul seorang Nabi.” tegas sang rahib. Dengan penuh keheranan, Abdul Muthalib dan tiga orang kawannya menanyakan perihal nama Nabi tersebut. Rahib itu menjawab, “Namanya adalah Muhammad.”

Perawi menyatakan,

“Kala itu nama Muhammad belum dikenal di kalangan penduduk Arab.”

Mendengar jawaban rahib tersebut, Abdul Muthalib beserta tiga rekannya bertekad bila nanti lahir bayi laki-laki sepulang mereka dari Syam, mereka akan memberi nama Muhammad.

Allah pun menakdirkan, ternyata bayi laki-laki yang pertama kali lahir sepulangnya mereka dari Syam adalah dari menantu Abdul Muthalib, yaitu Aminah binti Wahb; Ibunda Rasulillah SAW. Lalu Abdul Muthalib pun menyematkan nama Muhammad untuk cucu tercintanya.

Adapun ketiga rekan beliau; yaitu Sufyan bin Mujasyi’, Uhaihah bin Jallaj, dan Himran bin Rabi’ah, mereka juga tak mau kalah, saat lahir bayi laki-laki mereka, mereka juga segera menamai putera mereka dengan nama Muhammad. “Empat orang inilah,” terang Imam As-Suhaili,  “orang Arab pertama yang menamai anaknya dengan nama Muhammad.” (Raudhotul Unuf 1: 820).

Harits bin Tsabit bersenandung dalam bait-bait syairnya,

Namanya diambil dari nama (Tuhan) Nya untuk mengagungkannya

Kerana Pemilik Arsy itu Maha terpuji (Mahmud) dan inilah hamba-Nya; orang yang terpuji (Muhammad).

Wallahu a’lam bis shawab.

[Referensi: Al Lu’lu’u Al Maknun fi Shiroti An Nabi Al Ma’muun, karya Musa Rasyid Al ‘Azimi. Cetakan ketiga, tahun 1436/2015. Penerbit Darus Suma’i, Riyadh.]

***

Sumber: Nama dan Nasab Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh Ustadz Yulian Purnama dan Sejarah Penamaan 'Muhammad' Untuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh Ustadz Ahmad Anshori yang disalin dari muslim.or.id dari ibnumajjah.wordpress.com



Adapun nasab, beliau adalah anak dari Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan. 

Sampai disini, tidak ada perbedaan diantara para ulama. Adnan dipastikan merupakan keturunan Nabi Isma’il, namun para ulama berselisih pendapat mengenai silsilah nasab dari Adnan hingga Nabi Isma’il AS.

Seluruh orang arab dari negeri Hijaz memiliki keterkaitan dengan nasab beliau tersebut. Sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas RA:

“Dari Ibnu ‘Abbas RA, ketika beliau ditanya mengenai ayat ‘kecuali kasih sayang dalam qurbaa (kekerabatan)‘. Sa’id bin Jubair menafsirkan qurbaa maknanya ‘keluarga Muhammad SAW‘. Ibnu Abbas berkata: ‘Engkau terburu-buru dalam menafsirkan. Karena sesungguhnya tidak ada keturunan orang quraisy kecuali ia memiliki kekerabatan dengan beliau. Maknanya adalah: ‘kecuali adanya keterkaitan antara aku dan kalian dalam kekerabatan‘” (HR. Bukhari 4818)

Nasab beliau tersebut adalah nasab yang baik, dari awal hingga akhirnya, tidak ada sedikitpun terdapat kebejatan padanya. Sebagaimana diriwayatkan secara mursal dari Nabi SAW:

“Aku lahir dari pernikahan dan tidaklah Aku dilahirkan dari perzinaan. Mulai dari Nabi Adam sampai pada ayah ibuku. Tidak ada kebejatan Jahiliyah sedikitpun dalam nasabku” (HR. Ath Thabrani 4728, dalam Shahih Sirah Nabawiyah (1/10) Al Albani mengatakan sanadnya mursal jayyid)

Oleh karena itulah kita katakan bahwa Nabi Muhammad SAW lahir dari nasab terbaik. Beliau SAW bersabda:

“Aku diutus dari keturunan bani Adam yang terbaik pada setiap kurunnya, hingga sampai pada kurun dimana aku dilahirkan” (HR. Bukhari 3557)

Beliau SAW juga bersabda:

“Allah telah memilih Kinanah dari keturunan Isma’il, dan memilih Quraisy dari keturunan Kinanah, dan memilih Bani Hasyim dari keturunan Quraisy, dan memilih aku dari keturunan Bani Hasyim” (HR. Muslim 2276)

Demikian paparan yang sedikit ini, Semoga shalawat serta salam senantiasa terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW keluarga, para sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti sunnahnya hingga hari akhir. 

[Shahih Sirah Nabawiyah, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah]

***

Sumber: Nama dan Nasab Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh Ustadz Yulian Purnama dan Sejarah Penamaan 'Muhammad' Untuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh Ustadz Ahmad Anshori yang kedua-duanya disalin dari muslim.or.id dari ibnumajjah.wordpress.com


Rasulullah SAW memiliki beberapa nama iaitu:
  • Muhammad
  • Ahmad
  • Al Mahi
  • Al ‘Aqib
  • Al Hasyir
  • Al Muqaffi
  • Nabiyyur Rahmah
  • Nabiyyut Taubah
  • Khataman Nabiyyin
  • Abdullah
Dalilnya, Allah Ta’ala berfirman:

“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. Al Ahzab: 40)

Allah Ta’ala juga berfirman:

“Dan bahwasanya tatkala Abdullah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadah), hampir saja jin-jin itu desak mendesak mengerumuninya” (QS. Al Jin: 19)

Hadits Jabir bin Math’am,

“Aku memiliki beberapa nama: Muhammad, Ahmad, Al Mahi (penghapus) karena denganku Allah menghapus kekufuran, Al Hasyir karena manusia di kumpulkan di atas telapak kakiku, dan Al ‘Aqib.” (HR. Bukhari 4896, Muslim 2354)

Juga hadits Abu Musa Al ‘Asy-ari,.

 “Rasulullah SAW memberitahu kepada kami nama-nama beliau. Beliau bersabda: ‘Aku Muhammad, Ahmad, Al Muqaffi, Al Hasyir, Nabiyyur Rahmah, Nabiyyut Taubah’” (HR. Muslim 2355).

Adapun kun-yah beliau adalah Abul Qasim, karena salah satu anak beliau bernama Al Qasim. Ini ditunjukkan oleh banyak hadits diantaranya:

“Silakan memberi nama dengan namaku, namun jangan ber-kun-yah dengan kun-yah-ku. Kun-yah-ku adalah Abul Qasim” (HR. Bukhari 3114, Muslim 2133)

Ini adalah nama-nama beliau yang ditunjukkan secara sharih (lugas) oleh dalil-dalil. Namun banyak diantara para ulama juga menambahkan nama-nama lain untuk beliau, yang diambil dari setiap sifat yang dinisbatkan kepada beliau.

Sebagaimana perkataan Imam Al Baihaqi : “Sebagian ulama menambahkan, mereka mengatakan bahwa Allah telah menyebut beliau dengan sebutan:
  • Rasul
  • Nabi
  • Ummiy
  • Syaahid
  • Mubasyir
  • Da’i ilallah bi idznihi
  • Sirajun Munir
  • Ra’ufur Rahim
  • Mudzakkir
  • Allah juga menjadikannya sebagai Rahmah, Ni’mah, dan Haadi.”
Dan sebenarnya masih banyak lagi sifat-sifat beliau jika kita ingin memasukkannya ke dalam deretan nama beliau, diantaranya ash shadiq, al mashduq, sayyidu waladi adam, sayyidul mursalin, al amin, al musthafa, dan banyak lagi.

Oleh karena itu para ulama berselisih pendapat mengenai jumlah nama beliau.

Adapun pendapat sebagian ulama bahwa Yaasin dan Thaha adalah termasuk nama beliau, ini dilandasi oleh sebuah riwayat:

“Di sisi Rabb-ku Azza Wa Jalla aku memiliki 10 nama (Abu Thufail -rawi hadits- mengatakan, aku hanya hafal 8) yaitu, Muhammad, Ahmad, Abul Qasim, Al Fatih, Al Khatam, Al Mahi, Al ‘Aqib, Al Hasyir.

Abu Yahya At Taimi berkata: Saif (bin Wahb) mengklaim bahwa Abu Ja’far berkata kepadanya: ‘Dua nama yang tersisa adalah Thaha dan Yasin'” (Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Al Ajurri dalam kitab Asy Syari’ah no.1015)

Sanad hadits ini lemah karena ada perawi bernama Saif bin Wahb dan Abu Yahya At Taimi (Isma’il bin Ibrahim) yang keduanya berstatus dhaif (Al Mizan 3645, At Tahdzib 518). Sehingga status hadits ini adalah lemah. Sebagaimana Ibnu ‘Adi mendhaifkan hadits ini dalam Al Kamil (4/509), Al ‘Iraqi mendhaifkan hadits ini dalam Takhrij Al Ihya (2/471). Dengan demikian kita tidak bisa mengatakan bahwa Yaasin dan Thaha adalah termasuk nama beliau.

***

Sumber: Nama dan Nasab Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh Ustadz Yulian Purnama dan Sejarah Penamaan 'Muhammad' Untuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh Ustadz Ahmad Anshori yang kedua-duanya disalin dari muslim.or.id dari ibnumajjah.wordpress.com


Para pembaca yang budiman, pada kesempatan ini akan kami ketengahkan sebuah tulisan yang sangat penting untuk kita simak bersama, yaitu tentang pembatal keislaman, dengan harapan kita bisa menjauhi dan menghidarinya. 
Kerana jika tidak maka Islam kita terancam batal atau tidak diterima disisi Rabb semesta alam.
Ketahuilah sesungguhnya hal-hal yang membatalkan keislaman itu ada sepuluh:

Pertama: Menyekutukan Allah سبحانه وتعالي dalam beribadah. 

Allah سبحانه وتعالي berfirman  :Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (QS. An-Nisa:48)

Dan firman-Nya:Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. (QS. Al-Maidah:72)

Termasuk di antaranya adalah: menyembelih untuk selain Allah سبحانه وتعالي; seperti orang yang menyembelih untuk jin atau kuburan.

Kedua: Orang yang menjadikan perantara di antaranya dan di antara Allah سبحانه وتعالي, 

ia berdoa dan meminta syafaat serta bertawakkal (berserah diri) kepada mereka, maka ia menjadi kafir secara ijma'.

Ketiga:  Orang yang tidak mengkafirkan orang musyrik 

atau ia ragu akan kekufuran mereka atau ia membenarkan pendirian mereka, maka ia telah kafir.

Keempat: Barangsiapa yang berkeyakinan bahwa petunjuk yang  bukan datang dari Nabi صلي الله عليه وسلّم lebih sempurna 

dari petunjuk beliau, atau hukum yang lainnya lebih baik dari hukumnya, seperti orang yang lebih mengutamakan hukum thogut daripada hukumnya, maka ia telah kafir.

Kelima: Barangsiapa yang membenci sesuatu yang datang dari Rasulullah صلي الله عليه وسلّم, 

sekalipun ia telah mengamalkannya, maka ia telah kafir.

Keenam: Barangsiapa yang mengejek sesuatu yang datang dari agama, 

atau (mengejek) ganjaran dan balasannya, maka ia telah kafir. Dalilnya adalah firman Allah سبحانه وتعالي: Katakanlah:"Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?". Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.. (QS. 9:65-66)

Ketujuh: Sihir, termasuk di antaranya adalah pelet dan sejenisnya. 

Barangsiapa yang melakukannya atau ridha, maka ia telah kafir. Dalilnya adalah firman Allah; Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan ijin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. (QS. Al-Baqarah: :102)

Kedelapan: Membela orang-orang musyrik 

dan menolong mereka dalam melawan orang-orang Islam. Hal ini berdasarkan firman Allah; Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS. Al-Maidah: 51)

Kesembilan: Barang siapa yang beranggapan bahwa seseorang bisa keluar dari syariat Nabi Muhammad صلي الله عليه وسلّم 

sebagaimana  Khadhir bisa leluasa keluar dari syariat nabi Musa عليه السلام maka ia telah kafir.

Kesepuluh: Berpaling dari agama Allah سبحانه وتعالي, tidak mempelajarinya, dan juga tidak mengamalkannya.

Allah سبحانه وتعالي berfirman: Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Rabbnya, kemudian ia berpaling daripadanya Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa. (QS. As-Sajdah: 22)

Tidak ada perbedaan pada semua hal yang membatalkan Islam ini di antara yang main-main dan sungguh-sungguh serta karena takut, kecuali orang yang dipaksa. Semuanya itu termasuk yang paling berbahaya dan paling sering terjadi. 

Maka hendaknya seorang muslim selalu waspada dan takut terjadi pada dirinya. Kita berlindung kepada Allah سبحانه وتعالي dari segala yang menyebabkan kemarahan-Nya dan tertimpa azab-Nya yang pedih.

Fitnah Duhaima, Fitnah Kegelapan di Akhir Zaman oleh Ustadz Abu Fatiah Al Adnani 

Salah satu persoalan yang perlu mendapat perhatian serius tentang akhir zaman adalah Fenomena Fitnah Duhaima’ sebagaimana yang dijanjikan oleh Rosululloh saw.

Duhaima’ yang bermakna kelam atau gelap gulita merupakan fitnah terbesar yang akan dilalui dalam salah satu fase perjalanan umat Islam. 

Riwayat yang menyebutkan akan terjadinya fitnah ini adalah sebagaimana yang dikisahkan dari Abdullah bin ‘Umar bahwasanya ia berkata: “Suatu ketika kami duduk-duduk di hadapan Rosululloh ShallAllohu alaihi wa sallam memperbincangkan soal berbagai fitnah, beliau pun banyak bercerita mengenainya. Sehingga beliau juga menyebut tentang Fitnah Ahlas. 

Maka, seseorang bertanya: ‘Apa yang dimaksud dengan fitnah Ahlas ?’ Beliau menjawab :

'Yaitu fitnah pelarian dan peperangan. Kemudian Fitnah Sarra’, kotoran atau asapnya berasal dari bawah kaki seseorang dari Ahlubaitku, ia mengaku dariku, padahal bukan dariku, karena sesungguhnya waliku hanyalah orang-orang yang bertakwa. Kemudian manusia bersepakat pada seseorang seperti bertemunya pinggul di tulang rusuk, kemudian Fitnah Duhaima’ yang tidak membiarkan ada seseorang dari umat ini kecuali dihantamnya. Jika dikatakan : 'Ia telah selesai’, maka ia justru berlanjut, di dalamnya seorang pria pada pagi hari beriman, tetapi pada sore hari men­jadi kafir, sehingga manusia terbagi menjadi dua kemah, kemah keimanan yang tidak mengandung kemunafikan dan kemah kemunafikan yang tidak mengandung keimanan. Jika itu sudah terjadi, maka tunggulah kedatangan Dajjal pada hari itu atau besoknya.

Jika melihat dari teks yang menjelaskan berbagai bentuk fitnah di atas, nampaknya hakikat dan terjadinya fitnah-fitnah tersebut saling berhubungan satu sama lain. Peristiwa yang satu akan menjadi penyebab munculnya fitnah berikutnya. 

Sebagaimana tersebut dalam nash di atas, beliau mengungkapkan dengan kalimat ‘tsumma’ yang bermakna kemudian. Ini menunjukkan bahwa fitnah-fitnah tersebut akan terjadi dalam beberapa waktu, yang ketika hampir berakhir atau masih terus terjadi hingga puncaknya, maka dilanjutkan dengan fitnah berikutnya. Kalimat “tsumma” menunjukkan jeda waktu yang tidak pasti, namun menunjukkan makna “tartib” (kejadian yang berurutan).

Fitnah pertama yang beliau sebutkan adalah Fitnah Ahlas. Kata Ahlas merupakan bentuk plural dari kata “hilsun ” atau “halasun”, yaitu alas pelana atau kain di punggung unta yang berada di bawah pelana. Fitnah ini diserupakan dengan alas pelana karena ada persamaan dari sisi terus menerus menempel / terjadi.

Tentang realita fitnah Ahlas ini, sebagian ada yang berpendapat bahwa ia sudah terjadi semenjak zaman para sahabat, dimana Al-Faruq 'Umar bin Khaththab adalah merupakan dinding pembatas antara kaum Muslim­in dengan fitnah ini, sebagaimana yang diterangkan Nabi ShallAllohu 'Alaihi wa Sallam ketika beliau berkata kepada 'Umar: “Sesungguhnya antara kamu dan fitnah itu terdapat pintu yang akan hancur.”

Dan sabda Rosul ShallAllohu 'Alaihi wa Sallam ini memang menjadi kenyataan dimana ketika 'Umar baru saja meninggal dunia, hancurlah pintu tersebut dan terbukalah fitnah ini terhadap kaum Muslimin dan ia tidak pernah berhenti sampai sekarang ini.

Adapun Fitnatu Sarra’, makaImam Ali Al Qaari menyatakan yang dimaksud dengan fitnah ini adalah nikmat yang menyenangkan manusia, berupa kesehatan, kekayaan, selamat dari musibah dan bencana. 

Fitnah ini disambungkan dengan sarra’ karena terjadinya disebabkan timbul / adanya berbagai kemaksiatan karena kehidupan yang mewah, atau karena kekayaan tersebut menyenangkan musuh. 

Terjadinya fitnah sarra’ ini diawali oleh seorang yang secara nasab bersambung kepada Rosululloh ShallAllohu alaihi wa sallam (Ahlu Bait). Namun perilakunya yang menyebabkan bencana ini menjadikannya tidak bisa dianggap

Beliau juga mengatakan bahwa boleh jadi yang dimaksud “yaz’umu annahu minni” adalah mengklaim bahwa apa yang dikerjakan adalah datang dari Rosululloh saw, meskipun jika dilihat dzahir nashnya adalah benar-benar mengaku secara nasab.

Jika untuk kedua fitnah di atas Rosululloh saw hanya menjelaskan secara singkat, maka untuk Fitnah Duhaima beliau saw memberikan penjelasan yang lebih rinci. Ada beberapa ciri khusus dari fitnah ini yang tidak dimiliki oleh fitnah sebelumnya.

1. Fitnah ini akan menghantam semua umat islam (lebih khusus lagi pada bangsa Arab). Tidak seorangpun dari warga muslim yang akan terbebas dari fitnah ini. Beliau menggunakan lafadz “lathama” yang bermakna menghantam, atau memukul bagian wajah dengan telapak tangan (menempeleng/menampar). Kalimat ini merupakan gambaran sebuah fitnah yang sangat keras dan ganas.

2. Fitnah ini akan terus memanjang, dan tidak diketahui oleh manusia kapan ia akan berakhir. Bahkan ketika manusia ada yang berkata bahwa fitnah itu sudah berhenti, yang terjadi justru sebaliknya; ia akan terus memanjang dan sulit diprediksi kapan berhentinya. Inilah maksud ucapan beliau : Jika dikatakan : 'Ia telah selesai’, maka ia justru berlanjut.

3. Efek dahsyat yang ditimbulkan oleh fitnah ini, yaitu munculnya sekelompok manusia yang di waktu pagi masih memiliki iman, namun di sore hari telah menjadi kafir. Ini merupakan sebuah gambaran tentang kerasnya fitnah tersebut.

4. Terbelahnya manusia (muslim) dalam dua kelompok/kemah besar. Satu kelompok berada di kemah keimanan dan kelompok lainnya berada di kemah kemunafikan..

Menguak Misteri Fitnah Duhaima’

Untuk lebih jelasnya, mudah-mudahan uraian di bawah ini bisa menyingkap misteri yang masih menyelimuti fitnah ini.

Rosululloh saw menggambarkan bahwa fitnah ini bersifat menghantam seluruh umat ini (hadzihi ummah). 

Umat yang dimaksudkan oleh Rosululloh saw dalam hadits tersebut sudah pasti bermakna umat Islam. Namun, apakah ia khusus untuk bangsa Arab (dimana yang diajak bicara oleh Rosululloh saw saat itu adalah para sahabat yang merupakan orang Arab) ataukah berlaku umum untuk seluruh manusia?  

Jika melihat keumuman lafadz, maka kedua makna tersebut adalah benar adanya. Fitnah tersebut bisa menimpa kepada setiap muslim baik Arab maupun ‘ajam, sebab dalam nash tentang hadits fitnah Duhaima’ Rosululloh saw tidak menyebut lafadz khusus Bangsa Arab. 

Lalu, fitnah seperti apa yang pernah menimpa seluruh umat Islam dan terkhusus umat Islam dari bangsa Arab ?

Jika melihat ciri-ciri yang dijelaskan oleh Rosululloh saw dalam riwayat di atas, setidaknya ada dua bentuk fitnah yang paling mendekati gambaran dan tafsiran tentang fitnah Duhaima’ tersebut. Keduanya adalah:

1. Fitnah demokrasi sekuler liberal yang dipaksakan oleh barat kepada dunia.

Demokrasi sekuler liberal adalah sebuah paham yang didasarkan pada suara terbanyak dari rakyat. Ideologi yang menjadikan keputusan berada di tangan rakyat -tanpa memperhatikan apakah sesuai dengan hukum Islam atau justru bertolakbelakang- jelas merupakan sebuah ideologi kufur yang ditentang oleh para ulama. 

Tidak sedikit ulama yang telah mengupas akan kekafiran sistem ini, dimana Alloh tidak boleh ‘terlibat’ dalam sebuah keputusan undang-undang. Dan sebagaimana realita yang ada, ideologi ini mulai menjangkiti beberapa negara dengan mayoritas muslim yang sebelumnya menolak untuk dijadikan sebagai landasan bernegara.

2. Fitnah perang melawan terorisme dan kelompok teroris.

Pasca peristiwa 11 September 2001, tidak ada isu yang lebih panas melebihi wacana tentang perang melawan terorisme. Bangsa barat yang dikomandoi oleh Amerika telah menabuh genderang perang untuk melawan terorisme. 

Banyak pihak yang meyakini bahwa tujuan pengobaran perang melawan kelompok terorisme adalah perang melawan Islam. Bukti-bukti di lapangan menunjukkan akan hal itu. Bush sendiri menyatakan bahwa perang ini adalah perang salib yang bertujuan untuk menghabisi umat Islam. 

Klaim bahwa barat hanya bermaksud untuk memburu para pelaku teror adalah kedustaan, sebab dalam realitanya korban terbesar dari perang ini adalah para sipil muslim yang kebanyakan adalah wanita dan anak-anak yang tidak berdosa. 

Fakta lain yang juga sulit dibantah adalah bahwa jumlah kelompok teroris di seluruh dunia ini lebih dari ratusan kelompok, namun barat hanya mendefinisikan kelompok teroris yang wajib dibasmi adalah mereka yang beragama Islam.

Sebenarnya ada beberapa pendapat lain tentang fitnah duhaima’ ini, namun jika dilihat dari berbagai sudut pandang, dua bentuk fitnah inilah yang paling sesuai dengan keempat ciri yang dijelaskan oleh Rosululloh saw tentang fitnah duhaima’. 

Untuk lebih jelasnya kami akan memaparkan secara rinci hakikat dari kedua bentuk fitnah ini.

Antara Fitnah Duhaima’ dan Fitnah Demokrasi Sekuler Liberal

Beberapa point berikut akan menjelaskan beberapa korelasi antara fitnah duhaima’ dengan realita fitnah demokrasi:

1. Fitnah Duhaima’ akan menghantam seluruh umat Islam. Hal yang serupa juga terjadi pada fitnah demokrasi.

Jika melihat pada fase sejarah umat Islam yang merujuk pada hadits tentang periodesasi umat Islam, maka pasca runtuhnya Khilafah Turki Utsmani kaum muslimin mulai memasuki periode terburuk dalam sejarahnya. 

Runtuhnya Daulah Islam telah menyebabkan digantinya sistem khilafah dengan sistem sekuler yang melahirkan para pemimpin diktator. Sejak saat itu, berakhirlah masa kepemimpinan mulkan adhud dan dimulailah periode mulkan jabbar (raja bengis dan diktator). 

Meski saat itu periode mulkan jabbar hampir merata di seluruh dunia, sebenarnya demokrasi sudah dimulai dari Prancis pada sekitar abad 18. Saat itu ideologi demokrasi dengan pemilu sebagai produk turunannya belum laku dan tidak banyak dilirik banyak manusia. 

Kejayaan dan kemenangan para pemimpin diktator membuat ideologi demokrasi tidak disukai oleh para diktator. 

Barulah di abad 20 ideologi itu mulai diterima, bahkan di awal abad 21, negara barat (Amerika) ‘memaksakan’ agar seluruh dunia menggunakan sistem tersebut sebagai ideologi yang harus dipakai oleh setiap negara.

Selanjutnya, dengan desakan-desakan yang semakin memojokkan, mereka lalu memaksa agar negeri-negeri Muslim lainnya menerapkan azas demokrasi ini. 

Amerika telah mendesak Husni Mubarak, diktator Mesir, guna menyelenggarakan sistem pemilu yang demokratis untuk pertama kalinya. Sebelumnya, Hafez Al-Assad, diktator Suriah telah terlebih dahulu pergi ke alam baqa. 

Pembunuhan mantan Perdana Menteri Lebanon Rafiq Al-Hariri yang dinisbatkan kepada perintah langsung pemimpin Suriah, Bashar Al-Assad, nampaknya akan menjadi alasan bagi Amerika guna menghapus sepenuhnya sistem totaliter di Suriah. 

Sementara itu Palestina pun telah menerapkan sistem demokrasi secara penuh setelah kematian Yasser Arafat. Di sisi lain, sekutu Amerika di Eropa telah berhasil menjinakkan Khadafy, diktator Arab belahan barat lainnya. 

Kemudian, Arab Saudi pun akhirnya bersedia memulai sistem demokrasi secara bertahap dimulai dengan menyelenggarakan pemilu untuk memilih anggota Dewan Kota Riyadh, yang sangat boleh jadi akan membuka jalan bagi runtuhnya Kerajaan Arab Saudi itu sendiri. Terakhir, Kuwait telah bergerak lebih jauh dalam menerapkan sistem demokrasi, sekaligus mengijinkan kaum perempuan mengikuti pemilu.

Hal yang sama terjadi di negeri-negeri Muslim di Asia Tengah bekas wilayah Uni Soviet. Rakyat Kirgistan melakukan revolusi menumbangkan rezim diktator pimpinan Askar Akayev pada Maret 2005 dan melakukan pemilu yang demokratis pada Juli 2005. 

Sebelumnya, pada Mei 2005 terjadi sebuah tragedi ketika sebuah demonstrasi oleh rakyat Uzbekistan dibantai oleh tentara yang menewaskan lebih kurang 500 orang. 

Kejadian itu serta merta menimbulkan teriakan di negara-negara Barat, khususnya pemerintah Inggris dan Amerika, agar Uzbekistan segera mendemokratisasi negerinya. 

Barangkali ini merupakan awal dari proses menuju penumbangan Diktator Islam Karimov yang memimpin negeri itu. Agaknya, revolusi menumbangkan rezim-rezim diktator juga akan segera mengimbas ke negara-negara Muslim tetangganya seperti Kazakhastan dan Tajikistan. 

Kemudian pada 18 September 2005 Afganistan menyelenggarakan Pemilu. Demikian pula di Azerbaijan, terjadi demo menuntut pengulangan pemilu yang dinilai curang oleh pihak oposisi.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa paham kufur ini telah melanda seluruh dunia Islam. Metode penerapannya di negeri-negeri itu dipaksakan oleh barat dengan cara-cara yang amat kasar. 

Maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa fitnah demokrasi ini benar-benar telah menampar umat Islam dengan tamparan yang keras, dimana mereka yang menghendaki tegaknya syari’at Islam akan menghadapi tuduhan-tuduhan jahat dan julukan-julukan yang menyakitkan.

2. Fitnah Duhaima’ tidak diketahui kapan masa berakhirnya. Demikian pula dengan fitnah demokrasi.

Wacana tentang kemunculan Al-Mahdi yang sudah semakin dekat banyak dikaitkan dengan beragam gejala dan fenomena yang ada saat ini. 

Bagi sebagian peneliti yang meyakini bahwa Al-Mahdi adalah seorang Khalifah yang muncul setelah berakhirnya periode mulkan jabbar, maka keberadaan sistem demokrasi yang telah menggusur sistem mulkan jabbar justru menjadi satu pertanyaan tersendiri. 

Kemunculan ideologi demokrasi yang menggusur dan menumbangkan ideologi diktator dianggap menjadi tanda dekatnya masa yang dijanjikan oleh Rosululloh saw tentang kemunculan khilafah rasyidah (Al-Mahdi) itu sendiri. 

Dengan kata lain, kemunculan periode demokrasi liberal merupakan pengantar untuk datangnya masa khilafah rasyidah.

Sebagaimana tanda-tanda kiamat lainnya (yang semuanya kebanyakan merupakan perkara-perkara ghaib), demikian pula dengan kemunculan Imam Mahdi yang merupakan salah satu tanda kiamat. 

Ahlus Sunnnah meyakini bahwa kemunculan Imam Mahdi dengan khilafah rasyidahnya merupakan masalah ghaib yang tidak seorangpun bisa memastikan kapan kemunculannya secara detil. 

Dengan demikian, keberadaan fitnah demokrasi yang menggantikan periode mulkan jabbar adalah sebuah masa yang tidak seorangpun mengetahui masa berakhirnya. Meski sudah banyak kalangan yang membuat analisa dan perkiraan tentang kemunculan Al-Mahdi (dan sebagian besar tidak terbukti), nyatanya hingga kini Al-Mahdi belum juga muncul. 

Pertanyaan tentang kapankah Al-Mahdi akan muncul tidak jauh berbeda dengan pertanyaan ’kapankah masa keemasan demokrasi liberal ini akan berakhir?’. 

Sebab, sebagaimana analogi di atas, dengan berakhirnya masa keemasan demokrasi –dan demi Alloh!, demokrasi ini pasti akan tumbang- maka akan dimulailah periode khilafah rasyidah.

3. Fitnah Duhaima’ akan menimbulkan efek munculnya orang-orang yang beriman di pagi hari dan kufur di sore atau sebaliknya. 

Yang terjadi pada fitnah demokrasi juga sebagaimana yang terjadi pada fitnah duhaima’. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa demokrasi merupakan ideologi kufur yang tidak menghendaki campur tangan Alloh dalam urusan manusia dengan dunianya. 

Keengganan sekelompok masyarakat untuk menjadikan hukum Alloh sebagai aturan hidup dan menjadikan pendapat mayoritas sebagai acuan dalam mengambil setiap aturan hidup merupakan bentuk kesyirikan nyata. 

Dengan demikian, besar kemungkinan semua pihak yang turut mengambil bagian dalam tegaknya sistem demokrasi ala barat ini akan terjerumus dalam lubang kekafiran. 

Dan realita seperti inilah yang kebanyakan tidak disadari oleh banyak manusia. Wal iyadz billah.

4. Fitnah duhaima’ akan membelah manusia menjadi dua kelompok besar; 

Kelompok mukmin yang tidak tercampur dengan kemunafikan dan kelompok munafik yang tidak memiliki keimanan. Hal yang serupa juga bisa terjadi pada fitnah Demokrasi.

Satu hal yang juga lazim terjadi dalam sistem demokrasi adalah pemilu, dimana seorang pemimpin –-yang kelak membuat / mengesahkan undang-undang kufur- dipilih berdasarkan suara mayoritas. 

Dalam hal ini, setiap rakyat baik yang setuju atau tidak setuju dengan pemimpin yang terpilih, secara konstitusi harus menerima pemimpin tersebut dan menaati putusannya. 

Semakin melengkapi rusaknya sistem ini adalah bahwa secara mayoritas pemimpin yang terpilih adalah mereka yang paling jauh dari Alloh dan Rosul-Nya, dimana hukum yang akan ditegakkan oleh pemimpin tersebut bukanlah Al-Qur’an dan Sunnah. 

Pemimpin semacam ini sudah bisa dipastikan lebih dekat kepada kekufuran daripada keimanan, sedang menaati mereka bisa menjerumuskan pada kemunafikan.

Dalam hal ini, kemunculan Imam Mahdi di akhir zaman sudah dipastikan akan memerangi agama demokrasi dan menegakkan seluruh syari’at Islam tanpa kompromi. 

Maka sangat tepat jika kita katakan bahwa mereka yang menerima kepemimpinan Imam Mahdi secara total dipastikan akan turut memerangi ideologi demokrasi yang telah menghina Alloh dan menyekutukan-Nya. 

Kelompok yang bergabung dengan Al-Mahdi akan memerangi para konseptornya, pengusungnya, orang-orang yang dipilihnya, termasuk para pemilihnya. 

Mereka yang memerangi ideologi setan itulah mukmin sejati, sedang mereka yang merasa berat meninggalkan ideologi kufur ini pastilah seorang munafik. Wallohu a'lam bish showab.    

Antara Fitnah Duhaima’ dan Fitnah Perang Melawan Terorisme

Selanjutnya beberapa point berikut akan menjelaskan beberapa korelasi antara fitnah duhaima’ dengan realita fitnah perang melawan terorisme:

1. Fitnah Duhaima’ akan menghantam seluruh umat Islam. Hal yang serupa juga terjadi pada fitnah perang melawan terorisme.

Pasca peristiwa runtuhnya WTC, Amerika dengan dibantu negara-negara barat langsung menyatakan perang terhadap terorisme. Untuk lebih mengefektifkan hasil dari perang ini, Amerika menekan seluruh negara dunia untuk turun mengambil bagian dalam perang ini. 

Pada kenyataannya, perang ini lebih ditujukan untuk menghabisi Islam dan kaum muslimin, hal itu terbukti dari jumlah korban yang ditimbulkan akibat perang ini lebih banyak menimpa kepada sipil dan rakyat yang tak berdosa ketimbang memburu orang-orang yang tertuduh sebagai teroris. 

Atas kejadian ini, dunia Islam merasakan musibah yang belum pernah dialami sebelumnya.

Hal yang lebih mengerikan adalah bahwa Bush langsung mengambil tindakan kalap lainnya; Bush tidak mengizinkan manusia manapun di dunia ini (terkhusus dunia Islam) untuk bersikap netral. 

Salah satu jargon dalam perang ini adalah; BERSAMA KAMI ATAU BERSAMA TERORIS! Terhadap beberapa negara yang menolak untuk bekerjasama, pemerintahan Bush memberikan opsi yang sangat pahit; LAWAN KAMI ATAU BERGABUNG BERSAMA KAMI!.

Demikianlah realita yang terjadi dalam perjalanan perang melawan terorisme ini. Seluruh dunia Islam berkabung. Tidak ada lagi untuk menyatakan kebebasan berpendapat dan HAM kecuali sesuai dengan restu Amerika, dan tidak ada lagi ruang netral untuk memilih sikap.

Dalam hal ini, korelasi antara fitnah duhaima’ dan fitnah terorisme yang dilihat dari sudut pandang meratanya fitnah ini kepada seluruh dunia Islam -terlebih negara-negara Arab- bukanlah hal yang samar. 

Tidak satupun negara berpenduduk Islam kecuali harus mengambil opsi ini. Mereka yang berani menolak secara terang-terangan dapat dipastikan akan berhadapan dengan Amerika. 

Maka secara realita, fitnah terorisme ini telah menghantam kaum muslimin, baik mereka yang dianggap teroris maupun bukan. Sebab, dalam praktiknya perang melawan teroris ini hanyalah sekedar kedok bagi Amerika dan Barat untuk bisa melampiaskan dendam mereka terhadap kaum muslimin dengan dukungan seluruh penduduk dunia. 

Amerika telah memiliki standar baku untuk definisi muslim yang boleh hidup dan muslim yang harus dimusnahkan. 

Dan setiap pembaca akan mengerti; siapakah muslim yang diperkenankan untuk tetap bernafas oleh Amerika, dan siapa pula umat Islam yang harus dimusnahkan.

2. Fitnah Duhaima’ tidak diketahui kapan masa berakhirnya. Demikian pula dengan fitnah perang melawan terorisme.

Sebagian pemikir dunia telah memprediksi bahwa peristiwa 11 September 2001 yang meruntuhkan gedung kembar di New York akan merubah jarum sejarah. 

Dan realita yang kita saksikan hingga detik menunjukkan kebenaran statement tersebut.

Maka, jika benar bahwa fitnah perang melawan anti terorisme ini merupakan bagian dari fitnah Duhaima’, besar kemungkinan fitnah ini akan menggulung manusia (kaum muslimin) dalam jangka waktu yang sangat panjang. 

Perang ini akan terus berlangsung selama batas waktu yang tidak bisa diprediksi. Sebagaimana yang juga dikatakan oleh George W. Bush sendiri dalam salah satu pidatonya pasca serangan 11 September, bahwa perang melawan terorisme ini akan terus berlangsung dan memakan waktu yang sangat panjang, yang tidak bisa diprediksi kapan akan berakhir. 

Wal iyadzu billah, wa la Haula wa la Quwwata illa billah.

3. Fitnah Duhaima’ akan menimbulkan efek munculnya orang-orang yang beriman di pagi hari dan kufur di sore atau sebaliknya. 

Yang terjadi pada fitnah perang melawan terorisme juga sebagaimana yang terjadi pada fitnah duhaima’.

Secara dzahir, kita bisa melihat bahwa fitnah perang melawan terorisme ini telah menyebabkan munculnya sekelompok manusia yang dengan sangat mudah menggadaikan keimanan mereka. Hal ini bisa kita saksikan pada kondisi kaum muslimin di berbagai belahan dunia. 

Amerika telah memaksa setiap negara untuk bergabung bersamanya dalam memerangi umat Islam di Afghanistan dan Iraq, dan mereka yang menolak permintaan ini akan mendapatkan sanksi yang tidak kecil. 

Sebagian negeri ada langsung mendapat ancaman embargo ekonomi juga senjata, bahkan boikot internasional juga dijatuhkan atas negeri-negeri yang membangkang untuk tunduk kepada Amerika. 

Sebagian lain mendapat ancaman akan diserang langsung jika tidak tunduk kepada keinginan Amerika. 

Negeri-negeri itu –karena berangkat untuk mencari wajah Amerika atau karena rasa takutnya yang berlebihan- telah membuat mereka menuruti apapun yang diinginkan oleh Amerika. Mereka berikan apapun yang diinginkan, baik moril maupun materi. 

Dengan demikian, ketundukan para pemimpin negara –yang tentunya disetujui oleh anggota dewannya- untuk memberikan bantuan dan dukungan kepada Amerika baik dalam bentuk moril maupun materi, dalam rangka memerangi umat islam yang ada di Afghanistan, Iraq maupun Palestina dan negeri-negeri Islam lainnya; termasuk perkara perkara yang membatalkan keislaman seseorang. 4

Bagaimana seorang muslim divonis kafir dalam kasus Fitnah Duhaima’ ini? 

Jika asumsi fitnah perang terhadap terorisme ini benar-benar merupakan fitnah Duhaima’, maka yang paling tampak darinya adalah sikap “tawalli” dan mudzaharah”, yaitu memberikan loyalitas dan memberikan bantuan kepada orang-orang kafir dalam memerangi kaum muslimin. 

Bentuknya sangat beragam, mulai dari dukungan untuk memerangi kaum muslimin, bergabung sebagai tentara sekutu, ikut ambil bagian dalam penangkapan-penangkapan terhadap para mujahidin dengan tuduhan bahwa mereka adalah teroris maupun sekedar memberikan informasi kepada para thaghut tentang keberadaan mereka, atau sekedar kesanggupan untuk memberikan dukungan moril dan tidak mengecam mereka. 

Kesimpulannya, bahwa bekerjasama dengan Amerika dalam memerangi umat Islam di belahan bumi manapun, dengan cara apapun, baik sekedar lisan maupun moral dan materi, maka itu semua merupakan salah satu dari yang membatalkan keislaman seseorang. 

Dalam skala luas yang dilakukan oleh sebuah negara, maka bentuk tawalli dan mudzaharah ini bisa dalam bentuk menyediakan fasilitas dan tempat yang memudahkan bagi para thaghut Amerika dalam memerangi negeri-negeri Islam. 

Adapun alasan bahwa mereka terpaksa, maka alasan ini adalah tertolak dan tidak akan mendapatkan udzur di sisi Alloh.

4. Fitnah duhaima’ akan membelah manusia menjadi dua kelompok besar; 

kelompok mukmin yang tidak tercampur dengan kemunafikan dan kelompok munafik yang  keimanan. Hal yang serupa juga bisa terjadi pada fitnah perang melawan terorisme.

Jika melihat fenomena yang terjadi saat ini, maka realita yang ada menunjukkan bahwa apa yang saat ini terjadi merupakan jawaban dari apa yang dijanjikan oleh Rosululloh saw tentang fitnah duhaima’. 

Kami menduga –dan hakikat yang sesungguhnya kita serahkan kepada Alloh– bahwa peristiwa fitnah Terorisme adalah hakikat dari fitnah Duhaima’ atau setidaknya merupakan bagian dari Fitnah Duhaima’ itu sendiri. 

Perang anti terorisme yang dikampanyekan oleh Amerika dan sekutunya terus berlangsung hingga kini. 

Dan, sebagaimana realita yang terjadi, fitnah perang anti terorisme ini telah membelah manusia dalam dua kelompok ; kelompok mukmin sejati yang tanpa sedikit pun dicemari oleh kemunafikan, dan kelompok munafik yang tidak memiliki keimanan.

Kelompok mukmin sejati adalah mereka yang bersama para mujahidin, membelanya dan memberikan dukungan secara moril dan materi. 

Sedangkan kelompok munafik adalah umat islam yang memberikan bantuan dan pembelaan kepada para thaghut kuffar dalam memerangi kaum muslimin.

Dengan demikian, wajib bagi setiap mukmin untuk waspada dengan berbagai isu yang menyudutkan kaum muslimin. 

Sangat mungkin bagi mereka yang tidak menyadarinya akan masuk dalam perangkap yang dibuat oleh musuh-musuh islam. Sesungguhnya efek fitnah Dauhaima’ ini akan memaksa setiap orang untuk memilih salah satu dari dua kubu; kubu keimanan yang tidak tercampuri dengan kemunafikan dan kubu kenifakan yang tidak terdapat keimanan sedikitpun di dalamnya. 

Kedua pilihan ini memiliki konsekwensi yang sangat berat, sebab kedua kubu tersebut memiliki sifat yang diametral dan akan terus bertarung hingga datangnya kiamat.

Wallohu A'lam bish shawab, untuk sementara pendapat tentang fitnah Duhaima’ yang bermakna ideologi demokrasi sekuler liberal dan perang melawan umat Islam atas nama pemberantasan terorisme barangkali merupakan pendapat yang lebih dekat kepada kebenaran dari pada fitnah lainnya. 

Dan sesungguhnya, pemaksaan ideologi demokrasi sekuler liberal sebenarnya juga memiliki hubungan yang sangat erat dengan fitnah terorisme ini. 

Karena pemaksaan demokrasi sekuler liberal dengan sendirinya merupakan perang terhadap konsep khilafah dan kewajiban kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah yang hari ini menjadi cita-cita kelompok yang tertuduh sebagai teroris itu. WAllohu A'lam bish shawab.



HR. Abu Dawud, bab Dzikrul Fitan wa Daliluha, XII/ 354.S

HR. Bukhari no. 6567 dan Muslim no. 5150 dari Hudzaifah bin Al-Yaman.

Rosululloh saw. bersabda: “Masa kenabian akan berlangsung di tengah kalian selama masa yang dikehendaki Alloh. Kemudian Alloh akan mengangkatnya jika Ia telah menghendakinya. Kemudian akan berlangsung masa kekhilafahan yang sesuai dengan jalan yang dicontohkan oleh Nabi (minhajin nubuwwah), selama masa yang dikehendaki oleh Alloh. Kemudian Alloh akan mengangkatnya jika Ia telah menghendakinya. Kemudian akan berlangsung masa kekuasaan para raja yang menggigit, selama masa yang dikehendaki oleh Alloh.  Kemudian Alloh akan mengangkatnya jika Ia telah menghendakinya. Kemudian akan berlangsung masa kekuasaan para raja yang memaksa (diktator), selama masa yang dikehendaki oleh Alloh. Kemudian Alloh akan mengangkatnya jika Ia telah menghendakinya. Kemudian akan berlangsung masa kekhilafahan yang sesuai dengan jalan yang dicontohkan oleh Nabi.” Nabi kemudian diam. HR. Ahmad no. 17680 dan Ath-Thayalisi no. 433. Al-Haitsami dalam Majma’ Az-Zawaid 5/189 berkata, “Diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bazzar dan At-Thabrani sebagiannya dalam Al-Mu’jam Al-Ausath, dan para perawinya adalah tsiqah.” Dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 5. 

Bagi pembaca yang ingin mengetahui masalah ini silakan merujuk kepada tulisan syaikh Nashr bin Hamd Al Fahd dalam kitab beliau yang berjudul “At Tibyan fie Kufri Man A’ana Amrikan” (Penjelasan tentang Kafirnya Orang yang Membantu Amerika).

Mengutip apa yang dikatakan oleh presiden George W. Bush dalam kampanye perang anti terorisnya, ia telah membagi manusia di seluruh dunia menjadi dua kelompok ; teroris dan anti teroris ; bersama kami atau bersama teroris. Juga apa yang dinyatakan oleh Syaikh Usamah bin Ladin pasca serangan WTC, beliau mengatakan bahwa perang ini akan membelah manusia menjadi dua kelompok besar; kelompok iman yang tidak ada kenifakan di dalamnya dan kelompok nifak yang tidak memiliki keimanan. (Lihat : Nasihat dan Wasiat kepada Umat Islam – Granada dan “Bukan, tapi perang terhadap Islam” oleh Muhammad Abbas – WIP)

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget