Musa Caplan lahir dan besar dalam tradisi Yahudi , Ia dan keluarganya rutin mengunjungi rumah ibadat . Ia pun bersekolah di sebuah sekolah Yahudi Ortodoks .
" Saya hidup dengan kepelbagaian yang terhad , " kenang dia seperti yang dilaporkan oleh onislam.net , Rabu ( 30 / 4 ) .
Cahaya Islam (ilustrasi) – (Foto: baltyra.com) |
Meski berada dalam lingkaran tradisi Yahudi , Musa menaruh minat mempelajari agama - agama lain . Ini yang selanjutnya mendorong Musa berinteraksi dengan umat agama lain , salah satunya penganut Islam .
" Saya percaya , semua agama itu sama , kerana pada dasarnya menyembah Tuhan yang sama yakni Allah , " kata dia .
Daripada interaksi tersebut , ia mula tahu banyak tentang Islam . Ia percaya Islam adalah agama yang mementingkan keamanan .
Memang , Musa tidak boleh mengelakkan stereotaip negatif tentang Islam . Beruntung baginya , interaksi dengan Muslim membuatnya mempunyai perspektif baru .
" Di sinilah , Allah mulai menaruh rencana pada hidup saya , " kata dia .
Musa sukar mempercayai mengapa Islam sebagai agama damai boleh melahirkan keganasan .
Padahal agama ini belum tentu mengajar umatnya untuk membunuh orang tak bersalah . " Rasulullah adalah pejuang , ia tidak membunuh orang tidak berdosa , ia taruh rasa hormat , keamanan dan toleransi , " kata dia .
Menyedari Islam bukanlah agama yang mengajar umatnya sikap kebencian , Musa mulai tertarik untuk lebih dalam mempelajarinya .
Salah satu sumber yang menjadi acuannya adalah kitab Perjanjian Lama dan Al-Quran . Saat membandingkan keduanya , Musa melihat Al-Quran mempunyai sumber maklumat tepat mengenai asal mula kehidupan , perkara yang boleh disahkan melalui ilmu pengetahuan .
" Sementara , perjanjian lama telah berubah selama bertahun - tahun , " kata dia . Ambil satu contoh , katanya , Al-Quran memaparkan bagaimana gunung - gunung terbentuk hingga tercipta lapisan atmosfera . Maklumat ini sudah ada di Al-Quran , jauh sebelum ilmu pengetahuan memahami itu .
Semakin mendalami Al-Quran , Musa kian kagum . Mulakan ia pada satu persimpangan di mana akal dan fikirannya mengerucut pada satu keinginan , yakni menjadi Muslim .
Musa menyedari keputusan itu tidaklah mudah . Orang tua dan kerabatnya tentu tidak akan menerima keputusannya itu .
" Untuk saat itu , saya tidak menjalani kehidupan yang Islami sepenuhnya . Namun , berkat Allah , saya boleh melaksanakan solat lima waktu , saya boleh mempelajari Islam secara online , dan sekurang-kurangnya saya boleh secara terbuka mengakui keesaan Allah , " kata dia .
Memang tidak mudah bagi Musa menjalankan imannya itu . Ambil contoh saja , ia merasa prihatin dengan nasib bangsa Palestin .
Secara peribadi , ia sangat menyokong kemerdekaan Palestin dari penjajahan Israel , Namun , keluarganya justru melihat Palestin adalah tanah milik bangsa Yahudi .
" Jujur saya mudah tersinggung soal itu , " kata dia .
Di luar kesulitannya , Musa meyakini keterbatasan yang dimilikinya saat ini tidak menghalang niatanya mengakui Islam sebagai agama yang dipilih Allah untuknya .
Memang , ia tidak pernah mempunyai peluang untuk bersyahadat dihadapan umat Islam , tapi ia sudah melakukannya dihadapan Allah ..
" Insya Allah , yang penting dari hal ini adalah , saya sudah berniat untuk melawat masjid , tidak terlibat dadah , mengambil alkohol dan mencuri . Tidak mudah memang , tapi Insya Allah , " kata dia .
Post a Comment